Pengembangan Seni-Budaya sebagai Penguatan Identitas Komunitas Kejawen dan Santri di Desa pada Era Reformasi

Artikel ini mendeskripsikan pengembangan seni-budaya sebagai penguatan identitas komunitas yang berbasis pada pilar politik aliran. Penelitian etnografi dilakukan di Desa Pulungsari, Bantul, secara longitudinal (2015-2019). Wawancara kepada elite termasuk ke dalam golongan kejawen dan santri, pengelola pertunjukan seni-budaya, warga komunitas. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa memelihara ritual, tradisi, perayaan desa Jawa melalui pementasan wayang kulit, karawitan, tembang macapatan telah menjadi identitasnya. Sementara itu, santri juga hari besar agama dengan menampilkan keislaman seperti rodat, selawatan, pembacaan kitab suci Quran memang Baik maupun bersaing untuk memperkuat masing-masing cara mengembangkan festival kirab sehingga tersebut semakin tersegregasi studi membuktikan relevan bagi tokoh aliran karena mendukung posisinya desa. This paper chronicles the development of cultural-art performance as a way to strengthen up community identity based on pillars stream politics. ethnographic research was conducted in Pulungsari Village with base Ethnographic interviews were involving elites belonging and groups, managers cultural-arts performances, members who participate art performances festivals. The results study revealed that preserved Javanese rituals, traditions, village celebrations by conducting puppet shadow, gamelan, songs which then became their identity. Meanwhile, Islamic days reciting great Al-Quran Both communities compete own identities developing festivals processions. As result, increasingly segregated into also prove is relevant for figures politics because it supports position elites.